Selasa, 17 Maret 2009

BULAN PENDIDIKAN KRISTEN DI INDONESIA

KERANGKA ACUAN
BULAN PENDIDIKAN KRISTEN DI INDONESIA
2 Mei sampai dengan 5 Juni 2009


A. LATAR BELAKANG

Sejak tahun 1993, bulan berdirinya Majelis Pusat Pendidikan Kristen di Indonesia (MPPK) sekarang Majelis Pendidikan Kristen di Indonesia (MPK), ditetapkan sebagai BULAN PENDIDIKAN KRISTEN DI INDONESIA. Pada tahun 2000, Pengurus Harian MPPK menetapkan Bulan Pendidikan Kristen di Indonesia berlangsung tanggal 2 Mei sampai dengan 5 Juni, setiap tahun.

Diawali dari Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei, adalah sebagai wujud apresiasi pendidikan Kristen sebagai bagian integral dari pendidikan nasional. Kehadiran lembaga-lembaga pendidikan Kristen di Indonesia merupakan salah satu wujud pelajayan Gereja di bidang pendidikan dan salah satu bentuk partisipasi umat Kristen dalam pembangunan masyarakat, bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pendidikan Kristen adalah kesaksian sekaligus pelayanan di negeri ini. Kegiatan Bulan Pendidikan Kristen berakhir tanggal 5 Juni, hari kelahiran MPPK. Pada tanggal 5 Juni 1950, para pemimpin gereja-gereja, pemimpin lembaga gerejawi (baca: DGI= Dewan Gereja-gereja di Indonesia, sekarang PGI= Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) dan pemimpin lembaga-lembaga pendidikan Kristen serta para pakar pendidikan dan tokoh masyarakat Kristen di Indonesia bersepakat dan berketetapan hati untuk mengubah badan yang dahulu bernama Scoolraad voor Christelijke Scholen in Netherlandsch Indie, yang sudah berdiri sejak tahun 1934, menjadi Majelis Pusat Pendidikan Kristen di Indonesia (MPPK) berdasarkan iman Kristen, rasa kebersamaan dan semangat pengabdian/pelayanan. Perubahan itu meneguhkan ulang perhatian Gereja dan umat Kristen di Indonesia bagi pendidikan sebagai ruang dan kesempatan mengaktualisasikan Kabar Kesukaan, sehingga kehadiran gereja dan umat Kristen menjadi berkat bagi masyarakat luas. Kemudian pada Kongres XIII MPPK tahun 2000 di Yogyakarta, MPK berubah menjadi MPK (Majelis Pendidikan Kristen di Indonesia) sebagai wujud kesadaran akan urgensi meningkatkan dan memperbarui pelayanan MPPK/MPK agar benar-benar memiliki kinerja optimal sebagai wahana untuk mengaktualisasikan visi kristiani di bidang pendidikan di tengah-tengah sejarah bangsa dan peradaban yang cepat berubah. Penghilangan kata “pusat” memberi makna bahwa organisasi ini bukan sentralistik dan terpusat tetapi justru memberi ruang bagi wilayah dan daerah sejalan dengan semangat desentralisasi dan civil society.

Dalam kaitannya dengan Bulan Pendidikan Kristen di Indonesia, bahwa lembaga-lembaga gerejawi (PGI/Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, PGPI/Persekutuan Gereja-gereja Pentakosta Indonesia, PII/Persekutuan Injili Indonesia= saat ini menjadi PGLII/Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga Injili Indonesia, PBI/ Persekutuan Baptis Indonesia, BK/Bala Keselamatan, GMAHK/Gereja Masehi Advent Hari Ke-Tujuh, GOI/Gereja Orthodox Indonesia) dan MPK (Majelis Pendidikan Kristen di Indonesia) bersepakat pada tanggal 30 April 2003 mendukung (1) setiap upaya untuk memajukan pendidikan Kristen; (2) kerjasama sinergis, dinamis dan kondusif dalam mengemban tugas dan tanggung jawab bersama; (3) Bulan Pendidikan Kristen di Indonesia pada tanggal 2 Mei sampai dengan 5 Juni setiap tahun dan diberlakukan secara nasional sejak tahun 2003.

B. TUJUAN DAN SASARAN

1. Tujuan
a. Mengucap syukur dan berterima kasih kepada Tuhan Allah di dalam Yesus Kristus atas perkenan-Nya bagi lembaga-lembaga pendidikan Kristen bersaksi dan melayani di Indonesia melalui bidang pendidikan.
b. Mengevaluasi dan mengkritisi penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan Kristen selama ini untuk digunakan sebagai masukan meningkatkan mutu kinerja dan out-put pendidikan Kristen menuju terwujudnya visi-misi gereja dan pendidikan Kristen pada era globalisasi dan otonomi daerah di tengah-tengah masyarakat majemuk Indonesia dewasa ini.
c. Mengisi Bulan Pendidikan Kristen dengan berbagai kegiatan inovatif dan apresiatif di bidang pendidikan dan merealisasikan program sosial berdasarkan semangat oikumenis dan kebangsaan.
d. Menganalisis berbagai kebijakan baik nasional maupun daerah yang terkait dengan pendidikan untuk merumuskan langkah-langkah strategis ke depan.

2. Sasaran
Pelaksanaan berbagai kegiatan Bulan Pendidikan Kristen di Indonesia tahun 2009 diserahkan sepenuhnya baik gagasan-gagasan, perencanaan, pendanaan dan pelaksanaannya kepada Yayasan/Badan Penyelengara Pendidikan Kristen pada tingkat sekolah dan pada tingkat wilayah/daerah dilaksanakan oleh Pengurus MPKW atau panitia yang dibentuk.

C. TEMA DAN SUB-TEMA

1. Tema: “ Bertolong-tolonglah menanggung bebanmu” (Galatia 6: 2)
2. Sub-tema: “Mengembangkan kebersamaan dan persekutuan pendidikan Kristen yang saling mendukung”

Pentingnya saling membantu, saling mendukung, dan saling mempedulikan di antara lembaga pendidikan Kristen sangat dibutuhkan yang dimulai dari para peserta didik di sekolah Kristen. Peserta didik di sekolah Kristen yang kuat secara ekonomi ditumbuhkan rasa kebersamaan dan kepeduliannya untuk dapat membantu peserta didik di sekolah Kristen yang lemah secara ekonomi. Langkah berikutnya adalah pentingnya ditumbuhkan kepedulian dari pengelola dan penyelenggara sekolah Kristen yang kuat untuk dapat membantu mengembangkan sekolah-sekolah Kristen yang lemah agar dapat bertahan dan menjadi kuat.

Marilah semangat bertolong-tolongan itu tidak hanya menjadi slogan, tetapi dapat diwujudkan dimulai dari hal-hal yang kecil. Dengan demikian jika kebersamaan dan kepedulian itu telah dibangun maka diharapkan lembaga pendidikan Kristen dapat bertahan, berkembang dan semakin berkualitas.

D. KEGIATAN-KEGIATAN

Berbagai kegiatan yang dapat dilaksanakan antara lain:
1. Seminar, diskusi interaktif, dan sarasehan untuk membahas berbagai permasalahan, kebijakan pemerintah, isu-isu terbaru berkaitan dengan pendidikan dan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Kegiatan ini dapat dilakukan dalam koordinasi MPKW setempat atau oleh Yayasan/Badan Penyelenggara Pendidikan Kristen.
2. Berbagai pertandingan dan atau perlombaan, pameran pendidikan bagi peserta didik di sekolah Kristen yang diselenggarakan oleh sekolah Kristen dalam koordinasi yayasan/ badan penyelenggara pendidikan Kristen pada aras sekolah dan dalam koordinasi MPKW pada aras wilayah. Dengan catatan tidak menggangu proses belajar-mengajar dan sesuai dengan kondisi setempat.
3. Kebaktian syukur Bulan Pendidikan Kristen di Indonesia pada tanggal 5 Juni 2009 (HUT ke-58 MPK). Diharapkan semua sekolah Kristen dalam koordinasi Yayasan/Badan Penyelenggara Pendidikan Kristen menyelenggarakan kebaktian syukur tersebut. Tiap Sekolah Kristen dan atau Yayasan/Badan Penyelenggara Pendidikan Kristen dan atau MPKW (panitia yang dibentuk) menyusun sendiri tata kebaktiannya sesuai dengan tradisi/kebiasaan yang dilakukan. Ibadah dapat dilakukan dengan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR). Pembacaan Alkitab dari Galatia 6: 1-10 dan kotbah berdasarkan tema dan subtema BPKI tahun 2009. Persembahan yang dihimpun dalam kebaktian syukur digunakan untuk program peduli pendidikan.
4. Peduli Pendidikan Kristen. Dana dihimpun dari persembahan ibadah syukur 5 Juni 2009 dan gerakan 1000 rupiah per peserta didik. Dana dihimpun oleh sekolah Kristen dalam koordinasi Yayasan/Badan Penyelenggara Pendidikan Kristen yang penyalurannya sebagian dapat dilaksanakan oleh sekolah Kristen setempat dan atau Yayasan/Badan Penyelenggara Pendidikan Kristen dan MPKW (jika mempunyai program peduli pendidikan Kristen) serta sebagian dikirim ke rekening MPK (Bank BNI Cabang UI Depok No. 000.6691.604 atas nama Majelis Pendidikan Kristen (MPK)) dalam rangka mendukung program Sekolah Asuh/Pemandirian Sekolah Kristen yang ditetapkan oleh Pengurus Harian MPK.

E. PENUTUP

Kiranya Bulan Pendidikan Kristen di Indonesia tahun 2009 dapat dilaksanakan oleh seluruh sekolah-sekolah Kristen, yayasan/badan penyelenggaran pendidikan Kristen dan MPKW sebagai sarana refleksi dan evaluasi pelayanan dan pengabdian pendidikan Kristen yang telah kita laksanakan dan menetapkan langkah-langkah yang terbaik di masa depan. Seiring dengan itu pentingnya semakin diketahui dan dimilikinya Bulan Pendidikan Kristen di Indonesia setiap tahun oleh sekolah-sekolah Kristen. Tuhan Yesus Kristus memberkati kita. Amin.

Kamis, 26 Februari 2009

KALENDER PENDIDIKAN KRISTEN TAHUN PELAJARAN 2009/2010

SURAT KEPUTUSAN
PENGURUS HARIAN MAJELIS PENDIDIKAN KRISTEN DI INDONESIA
Nomor: 02/SKEP/PH-MPK/XIV-2009

TENTANG
KALENDER PENDIDIKAN TAHUN PELAJARAN 2009/2010
BAGI SEKOLAH-SEKOLAH KRISTEN YANG DISELENGGARAKAN
OLEH YAYASAN/BADAN PENYELENGGARA PENDIDIKAN KRISTEN
ANGGOTA MPK


PENGURUS HARIAN MAJELIS PENDIDIKAN KRISTEN DI INDONESIA

Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional maka efisiensi dan efektivitas penggunaan waktu belajar di sekolah harus ditingkatkan dan dibudayakan secara optimal;
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a, perlu ditetapkan Keputusan Pengurus Harian Majelis Pendidikan Kristen di Indonesia tentang Kalender Pendidikan Tahun Pelajaran 2009/2010 bagi sekolah-sekolah Kristen yang diselenggarakan oleh yayasan/badan penyelenggara pendidikan Kristen anggota MPK.

Mengingat : a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
b. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;
b. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah;

Memperhatikan : Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.




MEMUTUSKAN

MENETAPKAN : SURAT KEPUTUSAN PENGURUS HARIAN MAJELIS PENDIDIKAN KRISTEN DI INDONESIA TENTANG KALENDER PENDIDIKAN TAHUN PELAJARAN 2009/2010 BAGI SEKOLAH-SEKOLAH KRISTEN YANG DISELENGGARAKAN OLEH YAYASAN/BADAN PENYELENGGARA PENDIDIKAN KRISTEN ANGGOTA MPK.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan:
1. Taman Kanak-Kanak (TK)/Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB) adalah bentuk satuan pendidikan pra sekolah pada jalur pendidikan sekolah yang menyelenggarakan pendidikan bagi anak pada usia setidak-tidaknya 4(empat) tahun sampai memasuki pendidikan dasar jenjang sekolah dasar, dengan lama pendidikan 1(satu) tahun atau 2(dua) tahun.
2. Sekolah adalah Sekolah Dasar (SD)/Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang dikelola dan diselenggarakan oleh yayasan/badan penyelenggara pendidikan Kristen anggota MPK.

BAB II
PERMULAAN DAN AKHIR TAHUN PELAJARAN

Pasal 2

Tahun pelajaran 2009/2010 dimulai pada hari Senin 13 Juli 2009 dan berakhir pada hari Sabtu, 10 Juli 2010.

Pasal 3

(1) Hari pertama masuk sekolah dimulai hari Senin 13 Juli 2009.
(2) Hari-hari pertama masuk sekolah merupakan serangkaian kegiatan sekolah pada permulaan tahun pelajaran yang dapat diisi dengan kegiatan masa orientasi peserta didik yang dilaksanakan selama 3(tiga) hari yaitu mulai tanggal 13 sampai dengan 15 Juli 2009.
(3) Masa orientasi peserta didik diadakan untuk mengenalkan visi dan misi serta identitas sekolah, program sekolah, lingkungan sekolah, cara belajar, dan penanaman konsep pengenalan diri peserta didik sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan.
(4) Pelaksanaan masa orientasi peserta didik bagi peserta didik baru tidak diperkenankan untuk melakukan kegiatan yang berbentuk perploncoan atau bentuk-bentuk lain yang bersifat atau menjurus ke arah perpeloncoan, kekerasan, pelecehan dan kegiatan lain yang dapat mengancam nama baik dan keselamatan peserta didik, baik di dalam maupun di luar sekolah.

BAB IV
PENGELOLAAN WAKTU DAN HARI BELAJAR

Pasal 4

(1) Waktu belajar efektif sekolah adalah jam belajar yang betul-betul digunakan untuk proses pembelajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum.
(2) Waktu belajar efektif sekolah ditentukan sebagai berikut:
a. TK/TKLB
1. Jumlah jam bermain dan belajar efektif setiap minggu minimal 3(tiga) jam pelajaran, dengan alokasi waktu 30 menit per jam pelajaran.
2. Jumlah jam bermain dan belajar efektif selama satu tahun minimal 1200 jam pelajaran atau setara dengan 240 hari sekolah.
b. SD/SDLB
1. Waktu belajar efektif setiap minggu untuk kelas I dan II masing-masing minimal 30 jam pelajaran, dengan alokasi waktu 30 menit per jam pelajaran.
2. Waktu belajar efektif setiap minggu untuk kelas III minimal 38 jam pelajaran, dengan alokasi waktu 40 menit per jam pelajaran.
3. Waktu belajar efektif setiap minggu untuk kelas IV minimal 40 jam pelajaran, dengan alokasi waktu 40 menit per jam pelajaran.
4. Waktu belajar efrktif setiap minggu untuk kelas V dan VI masing-masing minimal 42 jam pelajaran, dengan alokasi waktu 40 menit per jam pelajaran.
5. Waktu belajar efektif selama satu tahun minimal setara 240 hari sekolah.
c. SMP/SMPLB dan SMA/SMALB
1. Waktu belajar efektif setiap minggu untuk kelas I, II dan III masing-masing minimal 42 jam pelajaran, dengan alokasi waktu 45 menit per jam pelajaran.
2. Waktu belajar efektif selama satu tahun kelas I, II dan III masing-masing minimal 1680 jam pelajaran atau setara dengan 240 hari sekolah.
d. SMK Program 3 Tahun
1. Waktu belajar efektif setiap minggu untuk tingkat I, II dan III masing-masing minimal 50 jam pelajaran, dengan alokasi waktu 45 menit per jam pelajaran.
2. Waktu belajar efektif selama satu tahun tingkat I dan II masing-masing 2000 jam pelajaran.
3. Waktu belajar efektif selama satu tahun untuk tingkat III minimal 1800 jam pelajaran.
e. SMK Program 4 Tahun
1. Waktu belajar efektif untuk tingkat I, II dan III sama dengan waktu belajar efektif SMK Program 3 Tahun.
2. Waktu belajar efektif selama satu tahun untuk tingkat IV minimal 1800 jam pelajaran.
(3) Ketentuan waktu belajar efektif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku bagi sekolah yang menyelenggarakan pendidikan semala 6(enam) hari dalam satu minggu.
(4) Sekolah yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan selama 5(lima) hari dalam satu minggu harus menyesuaikan dengan jumlah jam pelajaran per hari atau per minggu sepanjang jumlah keseluruhan jam pelajaran tidak kurang dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 5

Semua jenis dan jenjang pendidikan menggunakan Sistem Semester.
a. Semester I dimulai pada hari Senin 13 Juli 2009 dan berakhir pada hari Sabtu, 9 Januari 2010, selama 122 hari belajar efektif.
b. Semester II dimulai pada hari Senin, 11 Januari 2010 dan berakhir pada hari Sabtu, 10 Juli 2010, selama 121 hari belajar efektif.

Pasal 6

(1) Tengah semester adalah penggalan paruh waktu yang ada pada semester I dan II.
(2) Pada tengah semester I dan semester II sebelum libur akhir semester (sebelum penyerahan Buku Laporan Penilaian Hasil Belajar semester I dan setelah evaluasi akhir semester I), sekolah melakukan kegiatan pekan olahraga dan seni (porseni), karyawisata, lomba kreativitas, retreat dan kegiatan lainnya yang bertujuan untuk mengembangkan bakat, minat, kegemaran, kepribadian, prestasi dan kreativitas peserta didik serta meningkatkan pemahaman agama dalam rangka pengembangan pendidikan anak seutuhnya.
(3) Kegiatan tengah semester dilaksanakan oleh sekolah selama maksimal 6(enam) hari.

BAB V
PENYERAHAN BUKU LAPORAN PENILAIAN HASIL BELAJAR
PESERTA DIDIK DAN HARI LIBUR SEKOLAH

Pasal 7

Penyerahan Buku Laporan Penilaian Hasil Belajar Peserta didik:
a. Semester I dilaksanakan pada hari Sabtu, 19 Desember 2009.
b. Semester II dilaksanakan pada hari Sabtu, 19 Juni 2010.
Pasal 8

Libur akhir semester:
a. Libur semester I dimulai pada hari Senin, 21 Desember 2009 sampai dengan hari Sabtu, 9 Januari 2010, selama 16 hari (dikaitkan dengan libur Natal dan Tahun Baru).
b. Libut semester II dimulai pada hari Senin, 21 Juni 2010 sampai dengan Sabtu, 10 Juli 2010 selama 18 hari.

Pasal 9

Libur khusus ditetapkan sebagai berikut:
a. Libur awal bulan Puasa/Ramadhan diperkirakan pada tanggal 21 sampai dengan 22 Agustus 2009, selama 2(dua) hari.
b. Libur Hari Raya Idul Fitri 1430H, pada tanggal 18 sampai dengan 26 September 2009 selama 6(enam) hari.
c. Libur Natal 2009 dan Tahun Baru 2010 dimulai tanggal 21 Desember 2009 sampai dengan tanggal 9 Januari 2010, selama 16 hari (dikaitkan dengan libur akhir semester I).
d. Libur dalam rangka Hari Raya Jumat Agung pada hari Sabtu, 3 April 2010, selama 1(satu) hari.
e. Libur dalam rangka Hari Raya Paskah (Paskah ke-2) pada hari Senin, 5 April 2010, selama 1(satu) hari (tentatif, diserahkan kepada kebijakan sekolah dan yayasan/badan penyelenggara pendidikan Kristen yang bersangkutan)
f. Libur dalam rangka Hari Raya Pentakosta pada hari Senin, 24 Mei 2010 selama 1(satu) hari (tentatif, diserahkan kepada kebijakan sekolah dan yayasan/badan penyelenggara pendidikan Kristen yang bersangkutan)
g. Libur khusus dalam rangka ujian akhir sekolah/nasional hanya diperuntukkan bagi kelas non ujian akhir sekolah/nasional. Penetapan waktunya menunggu ketentuan lebih lanjut dari Departemen Pendidikan Nasional RI.
h. Libur khusus lainnya sehubungan dengan keadaan musim, bencana alam, atau ada keperluan lain yang ditetapkan oleh Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah.

Pasal 10

Hari-hari libur resmi/hari besar nasional:
a. Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW: Senin, 20 Juli 2009.
b. HUT Kemerdekaan RI: Senin, 17 Agustus 2009.
c. Idul Fitri 1430H: Senin dan Selasa, 1 dan 2 September 2009.
d. Idul Adha 10 Dzulhijjah 1430H: Jumat, 27 November 2009.
e. Tahun Baru Hijriyah 1 Muharram 1431H: Jumat, 18 Desember 2009
f. Hari Natal: Jumat, 25 Desember 2009.
g. Tahun Baru: Jumat, 1 Januari 2010.
h. Tahun Baru Imlek:...................................2010 **)
i. Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka: ....................2010**)
j. Wafat Yesus Kristus/Jumat Agung: Jumat, 2 April 2010.
k. Maulid Nabi Muhammad SAW: ........................ 2010 **)
l. Kenaikan Yesus Kristus: Kamis, 13 Mei 2010.
m. Hari Raya Waisak: ..................................... 2010 **)
Catatan: **) menunggu penanggalan resmi tahun 2010

BAB VI
EVALUASI HASIL BELAJAR

Pasal 11

Ulangan/evaluasi harian dan ulangan/evaluasi umum diatur dan diselenggarakan oleh masing-masing sekolah.

Pasal 12

(1) Ujian akhir sekolah dilaksanakan pada setiap akhir tahun pelajaran oleh sekolah.
(2) Jadwal pelaksanaan ujian akhir sekolah/nasional menyesuaikan ketentuan yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional dan atau Kepala Dinas Pendidikan Provinsi dan atau Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota menurut kewenangan masing-masing.

Pasal 13

(1) Uji kompetensi bagi peserta didik SMK dilakukan oleh dunia industri atau asosiasi profesi.
(2) Waktu pelaksanaan uji kompetensi diatur bersama oleh sekolah yang bersangkutan dan dunia industri atau asosiasi profesi.

BAB VII
LAIN-LAIN

Pasal 14

(1) Pengurus Harian Majelis Pendidikan Kristen Wilayah (MPK Wilayah) dapat memberikan petunjuk lebih lanjut mengenai pelaksaan kalender pendidikan ini bagi sekolah-sekolah Kristen yang diselenggarakan oleh yayasan/badan penyelenggara pendidikan Kristen anggota MPK di wilayah masing-masing.
(2) Penentuan hari libur sekolah sendiri harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Pendidikan Provinsi atau Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota menurut kewenangan masing-masing.




BAB VIII
PENUTUP

Pasal 15

(1) Apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan ini, maka akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.
(2) Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 17 Februari 2009

PENGURUS HARIAN MPK

Ketua Umum, Sekretaris Umum,



Ir. Robert Robianto Drs. Jopie J. A. Rory, S.H.

Salinan Surat Keputusan ini disampaikan kepada:
1. Menteri Pendidikan Nasional RI.
2. Menteri Agama RI.
3. Menteri Dalam Negeri RI.
4. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi di seluruh Indonesia.
5. Majelis Pendidikan Kristen Wilayah di seluruh Indonesia.
6. Yayasan/Badan Penyelenggara Pendidikan Kristen anggota MPK di seluruh Indonesia.

==========================================================================

KALENDER PENDIDIKAN
TAHUN PELAJARAN 2009/2010
SISTEM SEMESTER
SEKOLAH 6(ENAM) HARI/MINGGU

SEMESTER I: 13 Juli 2009 s.d. 9 Januari 2010 ....................................... 158 hari
Hari Libur:
1. Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW: 20 Juli 2009 = 1 hari
2. HUT Kemerdekaan RI: 17 Agustus 2009 = 1 hari
3. Awal Puasa/Ramadhan: 21 – 22 Agustus 2009 = 2 hari
4. Idul Fitri 1430H: 21 – 22 September 2009 = 2 hari
5. Libur Idul Fitri: 18 – 26 September 2009 = 6 hari
6. Idul Adha 1430H: 27 November 2009 = 1 hari
7. Tahun Baru 1 Muharram 1431H, 18 Desember 2009 = 1 hari
8. Hari Natal: 25 Desember 2009 = 1 hari
9. Tahun Baru: 1 Januari 2010 = 1 hari
10. Kegiatan Tengah Semester = 4 hari
11. Libur Semester I, Natal 2009 dan
Tahun Baru 2010: 21 Desember 2009 – 9 Januari 2010 = 16 hari
Jumlah hari libur …………………………......................................... 36 hari
Hari Sekolah Efektif Semester I ........................................................... 122 hari

SEMESTER II: 11 Januari 2010 s.d 10 Juli 2010 ...................................... 156 hari
Hari Libur:
1. Tahun Baru Imlek, ............................... 2010*) = 1 hari
2. Hari Raya Nyepi, ..................................2010*) = 1 hari
4. Wafat Yesus Kristus/Jumat Agung, 2 April 2010 = 1 hari
5. Libur dalam rangka Jumat Agung, 3 April 2010 = 1 hari**)
6. Libur Hari Raya Paskah (Paskah ke-2), 5 April 2010 = 1 hari**)
7. Maulid Nabi Muhammad SAW, ...................2010*) = 1 hari
8. Kenaikan Yesus Kristus, Kamis 13 Mei 2010 = 1 hari
9. Libur Hari Raya Pentakosta, Senin 24 Senin 2010 = 1 hari**)
8. Hari Raya Waisak, ...........................2010*) = 1 hari
9. Libur ujian akhir sekolah/nasional ..................2010***) = 8 hari
10. Libur Semester II: 21 Juni s.d. 10 Juli 2010 = 18 hari
Jumlah hari libur .................................................................................. 35 hari
Hari Sekolah Efektif Semester II .......................................................... 121 hari

JUMLAH HARI SEKOLAH EFEKTIF: 122 + 121 ........................... 243 Hari
Catatan:
*) menunggu penanggalan resmi tahun 2010.
**) tentatif, diserahkan kepada kebijakan sekolah dan yayasan/badan penyelenggara pendidikan Kristen yang bersangkutan.
***) disesuaikan dengan jenis dan jenjang sekolah berdasarkan ketentuan Pemerintah.

Rabu, 25 Februari 2009

UU NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BHP

"silakan sampaikan pendapat anda tentang UU BHP"



UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 2009
TENTANG
BADAN HUKUM PENDIDIKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :
a. bahwa untuk mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, diperlukan otonomi dalam pengelolaan pendidikan formal dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah/madrasah pada pendidikan dasar dan menengah, serta otonomi perguruan tinggi pada pendidikan tinggi;
b. bahwa otonomi dalam pengelolaan pendidikan formal dapat diwujudkan, jika penyelenggara atau satuan pendidikan formal berbentuk badan hukum pendidikan, yang berfungsi memberikan pelayanan yang adil dan bermutu kepada peserta didik, berprinsip nirlaba, dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan pendidikan nasional;
c. bahwa agar badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, menjadi landasan hukum bagi penyelenggara atau satuan pendidikan dalam mengelola pendidikan formal, maka badan hukum pendidikan tersebut perlu diatur dengan undang-undang;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, perlu membentuk Undang-Undang tentang Badan Hukum Pendidikan;

Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Badan hukum pendidikan adalah badan hukum yang menyelenggarakan pendidikan formal.
2. Badan Hukum Pendidikan Pemerintah yang selanjutnya disebut BHPP adalah badan hukum pendidikan yang didirikan oleh Pemerintah.
3. Badan Hukum Pendidikan Pemerintah Daerah yang selanjutnya disebut BHPPD adalah badan hukum pendidikan yang didirikan oleh pemerintah daerah.
4. Badan Hukum Pendidikan Masyarakat yang selanjutnya disebut BHPM adalah badan hukum pendidikan yang didirikan oleh masyarakat.
5. Badan hukum pendidikan penyelenggara, yang selanjutnya disebut BHP Penyelenggara adalah yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis yang telah menyelenggarakan pendidikan formal dan diakui sebagai badan hukum pendidikan.
6. Pendiri adalah Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang mendirikan badan hukum pendidikan.
7. Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia non-pemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
8. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan formal.
9. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan terstruktur dan berjenjang yang meliputi pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
10. Organ badan hukum pendidikan adalah unit organisasi yang menjalankan fungsi badan hukum pendidikan, baik secara sendiri maupun bersama-sama, sesuai dengan tujuan badan hukum pendidikan.
11. Pemimpin organ pengelola pendidikan adalah pejabat yang memimpin pengelolaan pendidikan dengan sebutan kepala sekolah/madrasah atau sebutan lain pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah, atau rektor untuk universitas/institut, ketua untuk sekolah tinggi, atau direktur untuk politeknik/akademi pada pendidikan tinggi.
12. Pimpinan organ pengelola pendidikan adalah pemimpin organ pengelola pendidikan dan semua pejabat di bawahnya yang diangkat dan/atau ditetapkan oleh pemimpin organ pengelola pendidikan atau ditetapkan lain sesuai anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga badan hukum pendidikan.
13. Pendanaan pendidikan yang selanjutnya disebut pendanaan adalah penyediaan sumber daya keuangan yang diperlukan untuk penyelenggaraan pendidikan formal.
14. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
15. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.
16. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pendidikan nasional.

BAB II
FUNGSI, TUJUAN, DAN PRINSIP

Pasal 2

Badan hukum pendidikan berfungsi memberikan pelayanan pendidikan formal kepada peserta didik.

Pasal 3

Badan hukum pendidikan bertujuan memajukan pendidikan nasional dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah/madrasah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dan otonomi perguruan tinggi pada jenjang pendidikan tinggi.

Pasal 4

(1) Pengelolaan dana secara mandiri oleh badan hukum pendidikan didasarkan pada prinsip nirlaba, yaitu prinsip kegiatan yang tujuan utamanya tidak mencari laba, sehingga seluruh sisa hasil usaha dari kegiatan badan hukum pendidikan, harus ditanamkan kembali ke dalam badan hukum pendidikan untuk meningkatkan kapasitas dan/atau mutu layanan pendidikan.
(2) Pengelolaan pendidikan formal secara keseluruhan oleh badan hukum pendidikan didasarkan pada prinsip:
a. otonomi, yaitu kewenangan dan kemampuan untuk menjalankan kegiatan secara mandiri baik dalam bidang akademik maupun non-akademik;
b. akuntabilitas, yaitu kemampuan dan komitmen untuk mempertanggungjawabkan semua kegiatan yang dijalankan badan hukum pendidikan kepada pemangku kepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. transparansi, yaitu keterbukaan dan kemampuan menyajikan informasi yang relevan secara tepat waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan standar pelaporan yang berlaku kepada pemangku kepentingan;
d. penjaminan mutu, yaitu kegiatan sistemik dalam memberikan layanan pendidikan formal yang memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan, serta dalam meningkatkan mutu pelayanan pendidikan secara berkelanjutan;
e. ayanan prima, yaitu orientasi dan komitmen untuk memberikan layanan pendidikan formal yang terbaik demi kepuasan pemangku kepentingan, terutama peserta didik;
f. akses yang berkeadilan, yaitu memberikan layanan pendidikan formal kepada calon peserta didik dan peserta didik, tanpa memandang latar belakang agama, ras, etnis, gender, status sosial, dan kemampuan ekonominya;
g. keberagaman, yaitu kepekaan dan sikap akomodatif terhadap berbagai perbedaan pemangku kepentingan yang bersumber dari kekhasan agama, ras, etnis, dan budaya;
h. keberlanjutan, yaitu kemampuan untuk memberikan layanan pendidikan formal kepada peserta didik secara terus-menerus, dengan menerapkan pola manajemen yang mampu menjamin keberlanjutan layanan; dan
i. partisipasi atas tanggung jawab negara, yaitu keterlibatan pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan pendidikan formal untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan tanggung jawab negara.

BAB III
JENIS, BENTUK, PENDIRIAN, DAN PENGESAHAN

Pasal 5

(1) Jenis badan hukum pendidikan terdiri atas BHP Penyelenggara dan badan hukum pendidikansatuan pendidikan.
(2) BHP Penyelenggara merupakan jenis badan hukum pendidikan pada penyelenggara, yang menyelenggarakan 1 (satu) atau lebih satuan pendidikan formal.
(3) Badan hukum pendidikan satuan pendidikan merupakan jenis badan hukum pendidikan pada satuan pendidikan formal.

Pasal 6

(1) Bentuk badan hukum pendidikan satuan pendidikan terdiri atas BHPP, BHPPD, dan BHPM.
(2) BHPP, BHPPD, dan BHPM hanya mengelola 1 (satu) satuan pendidikan formal.

Pasal 7

(1) BHPP didirikan oleh Pemerintah dengan peraturan pemerintah atas usul Menteri.
(2) BHPPD didirikan oleh pemerintah daerah dengan peraturan gubernur atau peraturan bupati/walikota.
(3) BHPM didirikan oleh masyarakat dengan akta notaris yang disahkan oleh Menteri.

Pasal 8

(1) Satuan pendidikan dasar dan menengah yang telah didirikan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dan telah memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan berakreditasi A berbentuk badan hukum pendidikan.
(2) Satuan pendidikan tinggi yang telah didirikan oleh Pemerintah berbentuk badan hukum pendidikan.
(3) Yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis yang telah menyelenggarakan satuan pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan/atau pendidikan tinggi, diakui sebagai BHP Penyelenggara.

Pasal 9

(1) BHP Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dapat menyelenggarakan lebih dari 1 (satu) satuan pendidikan.
(2) BHP Penyelenggara dapat mengubah bentuk satuan pendidikannya menjadi BHPM.

Pasal 10

Satuan pendidikan yang didirikan setelah Undang-Undang ini berlaku, wajib berbentuk badan hukum pendidikan.

Pasal 11

(1) Pendirian badan hukum pendidikan harus memenuhi persyaratan bahwa badan hukum pendidikan yang akan didirikan tersebut mempunyai:
a. pendiri;
b. tujuan di bidang pendidikan formal;
c. struktur organisasi; dan
d. kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan pendiri.
(2) Jumlah kekayaan yang dipisahkan oleh pendiri sebagai kekayaan badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, harus memadai untuk biaya investasi dan mencukupi untuk biaya operasional badan hukum pendidikan dan ditetapkan dalam anggaran dasar.
(3) Dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun setelah BHP Satuan Pendidikan berdiri, pendiri harus membentuk organ-organ lainnya sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini.

Pasal 12

(1) Peraturan pemerintah, peraturan gubernur atau bupati/walikota, atau akta notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) memuat anggaran dasar BHPP, BHPPD, atau BHPM dan keterangan lain yang dianggap perlu.
(2) Penyusunan anggaran dasar BHPP, BHPPD, atau BHPM dilakukan oleh pendiri BHPP, BHPPD, atau BHPM.
(3) Pengaturan tentang perubahan anggaran dasar BHPP, BHPPD, dan BHPM ditetapkan dalam anggaran dasar.
(4) Anggaran dasar BHPP, BHPPD, dan BHPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. nama dan tempat kedudukan;
b. tujuan;
c. ciri khas dan ruang lingkup kegiatan;
d. jangka waktu berdiri;
e. struktur organisasi serta nama dan fungsi setiap organ;
f. susunan, tata cara pembentukan, kriteria dan persyaratan, pengangkatan serta pemberhentian anggota, serta pembatasan masa keanggotaan organ;
g. tata cara pengangkatan dan pemberhentian pimpinan serta masa jabatan pimpinan organ;
h. susunan, tata cara pembentukan, kriteria dan persyaratan, pengangkatan serta pemberhentian, serta pembatasan masa jabatan pimpinan organ;
i. jumlah kekayaan yang dipisahkan oleh pendiri sebagai kekayaan awal;
j. sumber daya;
k. tata cara penggabungan atau pembubaran;
l. perlindungan terhadap pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik;
m. ketentuan untuk mencegah terjadinya kepailitan;
n. tata cara pengubahan anggaran dasar; dan
o. tata cara penyusunan dan pengubahan anggaran rumah tangga.

Pasal 13

(1) Status sebagai BHPP berlaku mulai tanggal Peraturan Pemerintah tentang pendirian BHPP ditetapkan oleh Presiden.
(2) Status sebagai BHPPD berlaku mulai tanggal peraturan gubernur/bupati/walikota tentang pendirian BHPPD ditetapkan oleh gubernur/bupati/ walikota sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(3) Status sebagai BHPM berlaku mulai tanggal akta notaris tentang pendirian BHPM disahkan oleh Menteri.
(4) Perubahan anggaran dasar BHPP, BHPPD, atau BHPM mengenai hal yang diatur dalam Pasal 12 ayat (4) huruf a, huruf b, huruf c, huruf i, huruf j, huruf k, huruf l, dan huruf m disahkan oleh Menteri.
(5) Perubahan anggaran dasar BHPP, BHPPD, atau BHPM yang tidak menyangkut hal-hal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberitahukan kepada Menteri.

BAB IV
TATA KELOLA

Pasal 14

(1) Badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan dasar dan/atau menengah memiliki paling sedikit 2 (dua) fungsi pokok, yaitu:
a. fungsi penentuan kebijakan umum; dan
b. fungsi pengelolaan pendidikan.
(2) Badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi memiliki paling sedikit 4 (empat) fungsi pokok, yaitu:
a. fungsi penentuan kebijakan umum;
b. fungsi pengawasan akademik;
c. fungsi audit bidang non-akademik; dan
d. fungsi kebijakan dan pengelolaan pendidikan;
(3) Anggaran dasar badan hukum pendidikan dapat menambahkan fungsi tambahan selain fungsi pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

Pasal 15

(1) Organ badan hukum pendidikan yang menjalankan fungsi badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) terdiri atas:
a. organ representasi pemangku kepentingan; dan
b. organ pengelola pendidikan.
(2) Organ badan hukum pendidikan yang menjalankan fungsi badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) terdiri atas:
a. organ representasi pemangku kepentingan;
b. organ representasi pendidik;
c. organ audit bidang non-akademik; dan
d. organ pengelola pendidikan;
(3) Organ representasi pemangku kepentingan badan hukum pendidikan menjalankan fungsi penentuan kebijakan umum.
(4) Organ representasi pendidik menjalankan fungsi pengawasan kebijakan akademik.
(5) Organ audit bidang non-akademik menjalankan fungsi audit non-akademik.
(6) Organ pengelola pendidikan menjalankan fungsi pengelolaan pendidikan.

Pasal 16

Penamaan setiap organ badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dalam anggaran dasar.

Pasal 17

(1) BHP Penyelenggara yang menyelenggarakan lebih dari 1 (satu) satuan pendidikan dasar dan/atau menengah memiliki 1 (satu) atau lebih organ representasi pemangku kepentingan dan organ pengelola pendidikan sesuai dengan jumlah satuan pendidikan yang diselenggarakan.
(2) BHP Penyelenggara yang menyelenggarakan lebih dari 1 (satu) satuan pendidikan tinggi memiliki 1 (satu) atau lebih organ representasi pemangku kepentingan dan organ audit bidang non-akademik, serta organ representasi pendidik dan organ pengelola pendidikan sesuai dengan jumlah satuan pendidikan yang diselenggarakan.
(3) BHP Penyelenggara yang menyelenggarakan lebih dari 1 (satu) satuan pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan/atau pendidikan tinggi dapat memiliki 1 (satu) atau lebih organ representasi pemangku kepentingan serta organ lainnya disesuaikan dengan kebutuhan dengan mengacu pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang tata kelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam anggaran dasar.

Pasal 18

(1) Anggota organ representasi pemangku kepentingan di dalam badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan dasar dan/atau menengah, paling sedikit terdiri atas:
a. pendiri atau wakil pendiri;
b. pemimpin organ pengelola pendidikan;
c. wakil pendidik;
d. wakil tenaga kependidikan; dan
e. wakil komite sekolah/madrasah.
(2) Anggota organ representasi pemangku kepentingan di dalam badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, paling sedikit terdiri atas:
a. pendiri atau wakil pendiri;
b. wakil organ representasi pendidik;
c. pemimpin organ pengelola pendidikan;
d. wakil tenaga kependidikan; dan
e. wakil unsur masyarakat.
(3) Anggaran dasar dapat menetapkan unsur lain sebagai anggota organ representasi pemangku kepentingan, selain anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Jumlah anggota organ representasi pemangku kepentingan yang berasal dari pendiri atau wakil pendiri dapat lebih dari 1 (satu) orang.
(5) Pemimpin organ pengelola pendidikan tidak memiliki hak suara dalam pengambilan keputusan di dalam organ representasi pemangku kepentingan.

Pasal 19

(1) Jumlah dan komposisi pemimpin organ pengelola pendidikan yang menjadi anggota organ representasi pemangku kepentingan pada BHP Penyelenggara yang menyelenggarakan lebih dari 1 (satu) satuan pendidikan ditetapkan dalam anggaran dasar.
(2) Anggota organ representasi pemangku kepentingan yang berasal dari pemimpin organ pengelola pendidikan, wakil pendidik, dan wakil tenaga kependidikan pada badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan dasar dan menengah, berjumlah paling banyak 1/3 (sepertiga) dari jumlah anggota organ tersebut.
(3) Anggota organ representasi pemangku kepentingan yang berasal dari pemimpin organ pengelola pendidikan, wakil organ representasi pendidik, dan wakil tenaga kependidikan pada badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, berjumlah paling banyak 1/3 (sepertiga) dari jumlah anggota organ tersebut.
(4) Jumlah anggota organ representasi pemangku kepentingan yang berasal dari komite sekolah/madrasah atau wakil unsur masyarakat ditetapkan dalam anggaran dasar.

Pasal 20

(1) Ketentuan pengangkatan dan pemberhentian anggota organ representasi pemangku kepentingan ditetapkan dalam anggaran dasar.
(2) Organ representasi pemangku kepentingan dipimpin oleh seorang ketua yang dipilih dari dan oleh anggota.
(3) Anggota organ representasi pemangku kepentingan yang berasal dari pemimpin organ pengelola pendidikan, wakil organ representasi pendidik, wakil tenaga pendidik atau tenaga kependidikan, tidak dapat dipilih sebagai ketua.
(4) Ketua dan sekretaris organ representasi pemangku kepentingan harus berkewarganegaraan Indonesia.
(5) Masa jabatan ketua dan anggota organ representasi pemangku kepentingan adalah 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali.



Pasal 21

(1) Dalam BHPPD, gubernur, bupati/walikota, atau yang mewakilinya sesuai dengan kewenangan masing-masing berkedudukan sebagai wakil pendiri dalam organ representasi pemangku kepentingan.
(2) Dalam BHPP yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, Menteri atau yang mewakilinya berkedudukan sebagai wakil pendiri dalam organ representasi pemangku kepentingan.
(3) Dalam BHPM, kedudukan dan kewenangan pendiri atau wakil pendiri dalam organ representasi pemangku kepentingan ditetapkan dalam anggaran dasar.
(4) Dalam BHP Penyelenggara, kedudukan dan kewenangan pendiri atau wakil pendiri dalam organ representasi pemangku kepentingan dijalankan oleh pembina atau sebutan lain sesuai dengan kewenangan masing-masing.

Pasal 22

Tugas dan wewenang organ representasi pemangku kepentingan pada badan hukum pendidikan adalah:
a. menyusun dan menetapkan perubahan anggaran dasar dan menetapkan anggaran rumah tangga beserta perubahannya;
b. menyusun dan menetapkan kebijakan umum;
c. menetapkan rencana pengembangan jangka panjang, rencana strategis, rencana kerja tahunan, dan anggaran tahunan;
d. mengesahkan pimpinan dan keanggotaan organ representasi pendidik;
e. mengangkat dan memberhentikan ketua serta anggota organ audit bidang non-akademik;
f. mengangkat dan memberhentikan pemimpin organ pengelola pendidikan;
g. melakukan pengawasan umum atas pengelolaan badan hukum pendidikan;
h. melakukan evaluasi tahunan atas kinerja badan hukum pendidikan;
i. melakukan penilaian laporan pertanggungjawaban tahunan pemimpin organ pengelola pendidikan, organ audit bidang non-akademik, dan organ representasi pendidik;
j. mengusahakan pemenuhan kebutuhan pembiayaan badan hukum pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
k. menyelesaikan persoalan badan hukum pendidikan, termasuk masalah keuangan, yang tidak dapat diselesaikan oleh organ badan hukum pendidikan lain sesuai dengan kewenangan masing-masing.

Pasal 23

(1) Pengambilan keputusan dalam organ representasi pemangku kepentingan dilakukan secara musyawarah untuk mufakat, kecuali ditetapkan lain dalam anggaran dasar.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak suara dan tata cara pengambilan keputusan melalui pemungutan suara dalam organ representasi pemangku kepentingan ditetapkan dalam anggaran dasar.

Pasal 24

(1) Fungsi pengawasan akademik di dalam badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi dijalankan oleh organ representasi pendidik dan diatur lebih lanjut dalam anggaran dasar.
(2) Anggota organ representasi pendidik paling sedikit terdiri atas:
a. wakil professor; dan
b. wakil pendidik.
(3) Anggaran dasar badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, dapat menetapkan wakil unsur lain sebagai anggota organ representasi pendidik selain anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Perimbangan jumlah wakil profesor dan wakil pendidik antarprogram studi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) proporsional dengan jumlah pendidik yang diwakilinya dan diatur dalam anggaran rumah tangga.

Pasal 25

(1) Anggota organ representasi pendidik yang berasal dari wakil pendidik dipilih dari unit kerjanya.
(2) Organ representasi pendidik dipimpin oleh seorang ketua yang dipilih dari dan oleh anggota.

Pasal 26

(1) Ketua dan anggota organ representasi pendidik disahkan oleh organ representasi pemangku kepentingan.
(2) Ketua dan anggota organ representasi pendidik pada badan hukum pendidikan yang baru didirikan untuk pertama kali ditetapkan oleh organ representasi pemangku kepentingan.
(3) Masa jabatan ketua dan anggota organ representasi pendidik adalah 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

Pasal 27

Tugas dan wewenang organ representasi pendidik pada badan hukum pendidikan adalah:
a. mengawasi kebijakan dan pelaksanaan akademik organ pengelola pendidikan;
b. menetapkan dan mengawasi penerapan norma dan ketentuan akademik;
c. mengawasi kebijakan dan pelaksanaan penjaminanmutu pendidikan;
d. mengawasi kebijakan kurikulum dan proses pembelajaran dengan mengacu pada tolok ukur keberhasilan pencapaian target pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat yang ditetapkan dalam rencana strategis badan hukum pendidikan, serta dapat menyarankan perbaikan kepada organ pengelola pendidikan;
e. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan kode etik sivitas akademika;
f. mengawasi penerapan peraturan pelaksanaankebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik dan otonomi keilmuan;
g. memutuskan pemberian atau pencabutan gelar dan penghargaan akademik;
h. mengawasi pelaksanaan kebijakan tata tertib akademik;
i. mengawasi pelaksanaan kebijakan penilaian kinerja pendidik dan tenaga kependidikan;
j. memberikan pertimbangan kepada organ pengelola pendidikan dalam pengusulan profesor;
k. merekomendasikan sanksi terhadap pelanggaran norma, etika, dan peraturan akademik oleh sivitas akademika perguruan tinggi kepada organ pengelola pendidikan;
l. memberi pertimbangan kepada organ representasi pemangku kepentingan tentang rencana strategis serta rencana kerja dan anggaran tahunan yang telah disusun oleh organ pengelola pendidikan; dan
m. memberi pertimbangan kepada organ representasi pemangku kepentingan tentang kinerja bidang akademik organ pengelola pendidikan.

Pasal 28

(1) Pengambilan keputusan dalam organ representasi pendidik dilakukan secara musyawarah untuk mufakat, kecuali ditetapkan lain oleh organ representasi pendidik.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak suara dan tata cara pengambilan keputusan melalui pemungutan suara dalam organ representasi pendidik ditetapkan oleh organ representasi pendidik.

Pasal 29

(1) Organ audit bidang non-akademik merupakan organ badan hukum pendidikan yang melakukan evaluasi non-akademik atas penyelenggaraan badan hukum pendidikan.
(2) Susunan, jumlah, dan kedudukan ketua dan anggota organ audit bidang non-akademik ditetapkan dalam anggaran rumah tangga.
(3) Masa jabatan ketua dan anggota organ audit bidang non-akademik adalah 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.



Pasal 30

Tugas dan wewenang organ audit bidang non-akademik pada badan hukum pendidikan adalah:
a. menetapkan kebijakan audit internal dan eksternal badan hukum pendidikan dalam bidang non-akademik,
b. mengevaluasi hasil audit internal dan eksternal badan hukum pendidikan,
c. mengambil kesimpulan atas hasil audit internal dan eksternal badan hukum pendidikan, dan
d. mengajukan saran dan/atau pertimbangan mengenai perbaikan pengelolaan kegiatan non-akademik pada organ representasi pemangku kepentingan dan/atau organ pengelola pendidikan atas dasar hasil audit internal dan/atau eksternal.

Pasal 31

(1) Organ pengelola pendidikan merupakan organ badan hukum pendidikan yang mengelola pendidikan.
(2) Organ pengelola pendidikan memiliki otonomi dalam mengimplementasikan manajemen berbasis sekolah dan otonomi perguruan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 32

(1) Organ pengelola pendidikan dipimpin oleh pemimpin organ pengelola pendidikan.
(2) Pemimpin organ pengelola pendidikan bertindak ke luar untuk dan atas nama badan hukum pendidikan sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar.
(3) Dalam hal 1 (satu) BHP Penyelenggara memiliki lebih dari 1 (satu) pemimpin organ pengelola pendidikan, kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam anggaran dasar.
(4) Tata cara pengangkatan dan pemberhentian pemimpin organ pengelola pendidikan ditetapkan dalam anggaran dasar.
(5) Pemimpin organ pengelola pendidikan dapat dibantu oleh seorang atau lebih wakil yang diangkat dan diberhentikan oleh pemimpin organ pengelola pendidikan berdasarkan anggaran dasar.
(6) Masa jabatan pemimpin organ pengelola pendidikan adalah 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.






Pasal 33

(1) Tugas dan wewenang organ pengelola pendidikan dasar dan menengah pada badan hukum pendidikan adalah:
a. menyusun rencana strategis badan hukum pendidikan berdasarkan kebijakan umum yang ditetapkan organ representasi pemangku kepentingan, untuk ditetapkan oleh organ representasi pemangku kepentingan;
b. menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan badan hukum pendidikan berdasarkan rencana strategis badan hukum pendidikan, untuk ditetapkan oleh organ representasi pemangku kepentingan;
c. mengelola pendidikan sesuai dengan rencana kerja dan anggaran tahunan badan hukum pendidikan yang telah ditetapkan;
d. mengangkat dan memberhentikan pejabat di bawah pemimpin organ pengelola pendidikan serta tenaga badan hukum pendidikan berdasarkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga badan hukum pendidikan, serta peraturan perundang-undangan;
e. melaksanakan fungsi-fungsi manajemen pengelolaan pendidikan; dan
f. membina dan mengembangkan hubungan baik badan hukum pendidikan dengan lingkungan dan masyarakat pada umumnya.
(2) Tugas dan wewenang organ pengelola pendidikan tinggi pada badan hukum pendidikan adalah:
a. menyusun dan menetapkan kebijakan akademik;
b. menyusun rencana strategis badan hukum pendidikan berdasarkan kebijakan umum yang ditetapkan organ representasi pemangku kepentingan, untuk ditetapkan oleh organ representasi pemangku kepentingan;
c. menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan badan hukum pendidikan berdasarkan rencana strategis badan hukum pendidikan, untuk ditetapkan oleh organ representasi pemangku kepentingan;
d. mengelola pendidikan sesuai dengan rencana kerja dan anggaran tahunan badan hukum pendidikan yang telah ditetapkan;
e. mengelola penelitian dan pengabdian kepada masyarakat sesuai dengan rencana kerja dan anggaran tahunan badan hukum pendidikan yang telah ditetapkan;
f. mengangkat dan/atau memberhentikan pimpinan organ pengelola pendidikan dan tenaga badan hukum pendidikan berdasarkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, serta peraturan perundang-undangan;
g. menjatuhkan sanksi kepada sivitas akademika yang melakukan pelanggaran terhadap norma, etika, dan/atau peraturan akademik berdasarkan rekomendasi organ representasi pendidik;
h. menjatuhkan sanksi kepada pendidik dan tenaga kependidikan yang melakukan pelanggaran, selain sebagaimana dimaksud dalam huruf g, sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, serta peraturan perundang-undangan;
i. bertindak ke luar untuk dan atas nama badan hukum pendidikan sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar;
j. melaksanakan fungsi lain yang secara khusus diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga; dan
k. membina dan mengembangkan hubungan baik badan hukum pendidikan dengan lingkungan dan masyarakat pada umumnya.
(3) Pemimpin organ pengelola pendidikan yang mengelola pendidikan tinggi, tidak berwenang mewakili badan hukum pendidikan apabila:
a. terjadi perkara di depan pengadilan antara badan hukum pendidikan dengan pemimpin organ pengelola pendidikan; atau
b. pemimpin organ pengelola pendidikan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan badan hukum pendidikan.
(4) Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), organ representasi pemangku kepentingan menunjuk seseorang untuk mewakili kepentingan badan hukum pendidikan.

Pasal 34

Dalam 1 (satu) badan hukum pendidikan dilarang merangkap jabatan antarpemimpin organ.

Pasal 35

Pemimpin organ pengelola pendidikan dan wakilnya dilarang merangkap:
a. jabatan pada badan hukum pendidikan lain;
b. jabatan pada lembaga pemerintah pusat atau daerah; atau
c. jabatan yang dapat menimbulkan pertentangan kepentingan dengan kepentingan badan hukum pendidikan.

Pasal 36

(1) Tata cara pengangkatan dan pemberhentian pimpinan organ pengelola pendidikan diatur dalam anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.
(2) Masa jabatan pimpinan pengelola pendidikan diatur dalam anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.

BAB V
KEKAYAAN

Pasal 37

(1) Kekayaan awal BHPP, BHPPD, dan BHPM berasal dari kekayaan pendiri yang dipisahkan.
(2) Kekayaan BHP Penyelenggara sama dengan kekayaan yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis sebelum diakui sebagai badan hukum pendidikan.
(3) Yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis yang sebelum diakui sebagai badan hukum pendidikan tidak hanya menyelenggarakan kegiatan pendidikan, wajib menetapkan bagian kekayaan yang diperuntukkan bagi BHP Penyelenggara.
(4) Kekayaan dan pendapatan BHPP, BHPPD, dan BHPM dikelola secara mandiri, transparan, dan akuntabel oleh pimpinan organ pengelola pendidikan.
(5) Kekayaan dan pendapatan BHP Penyelenggara dikelola secara mandiri, transparan, dan akuntabel.
(6) Kekayaan dan pendapatan badan hukum pendidikan digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk:
a. kepentingan peserta didik dalam proses pembelajaran;
b. pelaksanaan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat dalam hal badan hukum pendidikan memiliki satuan pendidikan tinggi;
c. peningkatan pelayanan pendidikan; dan
d. penggunaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan kekayaan dan pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (6) diatur dalam anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.

Pasal 38

(1) Semua bentuk pendapatan dan sisa hasil kegiatan BHPP dan BHPPD yang diperoleh dari penggunaan kekayaan negara yang telah dipisahkan sebagai kekayaan BHPP dan BHPPD, tidak termasuk pendapatan negara bukan pajak.
(2) Semua bentuk pendapatan BHPP dan BHPPD yang diperoleh dari penggunaan tanah negara yang telah diserahkan penggunaannya kepada BHPP dan BHPPD, tidak termasuk pendapatan negara bukan pajak.
(3) Sisa hasil kegiatan atau bentuk lain kenaikan aktiva bersih badan hukum pendidikan wajib ditanamkan kembali ke dalam badan hukum pendidikan, dan digunakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (6) paling lambat dalam waktu 4 (empat) tahun.
(4) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi, sisa hasil kegiatan atau bentuk lain kenaikan aktiva bersih badan hukum pendidikan menjadi objek pajak penghasilan.

Pasal 39

Kekayaan berupa uang, barang, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang milik badan hukum pendidikan, dilarang dialihkan kepemilikannya secara langsung atau tidak langsung kepada siapa pun, kecuali untuk memenuhi kewajiban yang timbul sebagai konsekuensi pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (6).

BAB VI
PENDANAAN

Pasal 40

(1) Sumber dana untuk pendidikan formal yang diselenggarakan badan hukum pendidikan ditetapkan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan.
(2) Pendanaan pendidikan formal yang diselenggarakan badan hukum pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Badan hukum pendidikan menyediakan anggaran untuk membantu peserta didik Warga Negara Indonesia yang tidak mampu membiayai pendidikannya, dalam bentuk:
a. beasiswa;
b. bantuan biaya pendidikan;
c. kredit mahasiswa; dan/atau
d. pemberian pekerjaan kepada mahasiswa.
(4) Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab dalam penyediaan dana pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(5) Dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang disalurkan dalam bentuk hibah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk badan hukum pendidikan diterima dan dikelola oleh pemimpin organ pengelola pendidikan.

Pasal 41

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya menanggung seluruh biaya pendidikan untuk BHPP dan BHPPD dalam menyelenggarakan pendidikan dasar untuk biaya operasional, biaya investasi, beasiswa, dan bantuan biaya pendidikan bagi peserta didik, berdasarkan standar pelayanan minimal untuk mencapai Standar Nasional Pendidikan.
(2) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dapat memberikan bantuan sumberdaya pendidikan kepada badan hukum pendidikan.
(3) Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya menanggung seluruh biaya investasi, beasiswa, dan bantuan biaya pendidikan pada BHPP dan BHPPD yang menyelenggarakan pendidikan menengah berdasarkan standar pelayanan minimal untuk mencapai Standar Nasional Pendidikan.
(4) Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya menanggung paling sedikit 1/3 (sepertiga) biaya operasional pada BHPP dan BHPPD yang menyelenggarakan pendidikan menengah berdasarkan standar pelayanan minimal untuk mencapai Standar Nasional Pendidikan.
(5) Pemerintah bersama-sama dengan BHPP menanggung seluruh biaya investasi, beasiswa, dan bantuan biaya pendidikan pada BHPP yang menyelenggarakan pendidikan tinggi berdasarkan standar pelayanan minimal untuk mencapai Standar Nasional Pendidikan.
(6) Pemerintah bersama-sama dengan BHPP menanggung paling sedikit 1/2 (seperdua) biaya operasional, pada BHPP yang menyelenggarakan pendidikan tinggi berdasarkan standar pelayanan minimal untuk mencapai Standar Nasional Pendidikan.
(7) Peserta didik yang ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan harus menanggung biaya tersebut sesuai dengan kemampuan peserta didik, orang tua, atau pihak yang bertanggung jawab membiayainya.
(8) Biaya penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) yang ditanggung oleh seluruh peserta didik dalam pendanaan pendidikan menengah berstandar pelayanan minimal untuk mencapai Standar Nasional Pendidikan pada BHPP atau BHPPD paling banyak 1/3 (sepertiga) dari biaya operasional.
(9) Biaya penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) yang ditanggung oleh seluruh peserta didik dalam pendanaan pendidikan tinggi berstandar pelayanan minimal untuk mencapai Standar Nasional Pendidikan pada BHPP paling banyak 1/3 (sepertiga) dari biaya operasional.
(10) Dana pendidikan dari Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya pada badan hukum pendidikan diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 42

(1) Badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi dapat melakukan investasi dalam bentuk portofolio.
(2) Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 37 ayat (6) huruf d.
(3) Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dan investasi tambahan setiap tahunnya tidak melampaui 10% (sepuluh persen) dari volume pendapatan dalam anggaran tahunan badan hukum pendidikan.
(4) Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan atas dasar prinsip kehati-hatian untuk membatasi risiko yang ditanggung badan hukum pendidikan.
(5) Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola dan dibukukan secara profesional oleh pimpinan organ pengelola pendidikan, terpisah dari pengelolaan kekayaan dan pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) sampai dengan ayat (4).
(6) Seluruh keuntungan dari investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (6).
(7) Perusahaan yang dikuasai badan hukum pendidikan melalui investasi portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dimanfaatkan untuk sarana pembelajaran peserta didik.

Pasal 43

(1) Badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi dapat melakukan investasi dengan mendirikan badan usaha berbadan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk memenuhi pendanaan pendidikan.
(2) Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) dan investasi tambahan setiap tahunnya paling banyak 10% (sepuluh persen) dari volume pendapatan dalam anggaran tahunan badan hukum pendidikan.
(3) Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola secara profesional oleh dewan komisaris, dewan direksi, beserta seluruh jajaran karyawan badan usaha yang tidak berasal dari badan hukum pendidikan.
(4) Seluruh deviden yang diperoleh dari badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah dikurangi pajak penghasilan yang bersangkutan digunakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (6).
(5) Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dimanfaatkan untuk sarana pembelajaran peserta didik.

Pasal 44

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya menanggung dana pendidikan untuk BHPM dan BHP Penyelenggara, dalam menyelenggarakan program wajib belajar pendidikan dasar, untuk biaya operasional dan beasiswa, serta bantuan biaya investasi dan bantuan biaya pendidikan bagi peserta didik sesuai dengan standar pelayanan minimal untuk mencapai Standar Nasional Pendidikan.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan bantuan dana pendidikan pada BHPM dan BHP Penyelenggara.
(3) Dana pendidikan dari Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya pada badan hukum pendidikan diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 45

(1) Masyarakat dapat memberikan dana pendidikan pada badan hukum pendidikan yang tidak mengikat serta tidak bertentangan dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, untuk biaya investasi, biaya operasional, beasiswa dan/atau bantuan biaya pendidikan bagi peserta didik.
(2) Dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa sumbangan pendidikan, hibah, wakaf, zakat, pembayaran nadzar, pinjaman, sumbangan perusahaan, dan/atau penerimaan lain yang sah.
(3) Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya memberikan kemudahan atau insentif perpajakan kepada masyarakat yang memberikan dana pendidikan pada badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

Pasal 46

(1) Badan hukum pendidikan wajib menjaring dan menerima Warga Negara Indonesia yang memiliki potensi akademik tinggi dan kurang mampu secara ekonomi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah keseluruhan peserta didik yang baru.
(2) Badan hukum pendidikan wajib mengalokasikan beasiswa atau bantuan biaya pendidikan bagi peserta didik Warga Negara Indonesia yang kurang mampu secara ekonomi dan/atau peserta didik yang memiliki potensi akademik tinggi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah seluruh peserta didik.
(3) Peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat membayar sesuai dengan kemampuannya, memperoleh beasiswa, atau mendapat bantuan biaya pendidikan.
(4) Beasiswa atau bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditanggung oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau badan hukum pendidikan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai beasiswa dan bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VII
AKUNTABILITAS DAN PENGAWASAN

Pasal 47

(1) Akuntabilitas publik badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan dasar dan/atau menengah diatur dalam anggaran dasar.
(2) Akuntabilitas publik badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi terdiri atas akuntabilitas akademik dan akuntabilitas non-akademik.
(3) Akuntabilitas publik badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi wajib diwujudkan dengan jumlah maksimum peserta didik dalam setiap badan hukum pendidikan disesuaikan dengan kapasitas sarana dan prasarana, pendidik dan tenaga kependidikan, pelayanan, serta sumber daya pendidikan lainnya.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jumlah maksimum peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 48

(1) Pengawasan badan hukum pendidikan dilakukan melalui sistem pelaporan tahunan.
(2) Pengawasan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Laporan badan hukum pendidikan meliputi laporan bidang akademik dan laporan bidang non-akademik.
(4) Laporan bidang akademik meliputi laporan penyelenggaraan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
(5) Laporan bidang non-akademik meliputi laporan manajemen dan laporan keuangan.
(6) Sistem pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur dalam anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 49

(1) Pemimpin organ pengelola pendidikan menyusun dan menyampaikan laporan tahunan badan hukum pendidikan secara tertulis kepada organ representasi pemangku kepentingan.
(2) Pemimpin organ pengelola pendidikan dibebaskan dari tanggung jawab, setelah laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui dan disahkan oleh organ representasi pemangku kepentingan.
(3) Apabila setelah pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdapat hal baru yang membuktikan sebaliknya, pengesahan tersebut dapat dibatalkan oleh organ representasi pemangku kepentingan.

Pasal 50

(1) Organ representasi pemangku kepentingan membuat laporan tahunan badan hukum pendidikan secara tertulis, berdasarkan laporan tahunan organ pengelola pendidikan untuk dilaporkan dalam rapat pleno organ representasi pemangku kepentingan.
(2) Laporan tahunan badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dievaluasi oleh organ representasi pemangku kepentingan dalam rapat pleno.
(3) Laporan tahunan badan hukum pendidikan disertai hasil evaluasi rapat pleno secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberitahukan oleh organ representasi pemangku kepentingan kepada:
a. menteri bagi BHPP; atau
b. gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangan masing-masing bagi BHPPD.

Pasal 51

(1) Laporan keuangan tahunan badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan tahunan badan hukum pendidikan dan dibuat sesuai dengan standar akuntansi.
(2) Dalam hal BHP Penyelenggara mengelola lebih dari 1 (satu) satuan pendidikan, laporan keuangan tahunannya merupakan laporan keuangan tahunan konsolidasi.
(3) Laporan keuangan tahunan badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, harus diumumkan kepada publik melalui surat kabar berbahasa Indonesia yang beredar secara nasional dan papan pengumuman.
(4) Apabila badan hukum pendidikan menerima dan menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, badan hukum pendidikan harus membuat laporan penerimaan dan penggunaan dana tersebut dan melaporkan kepada Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Apabila badan hukum pendidikan menerima dan menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, badan hukum pendidikan harus membuat laporan penerimaan dan penggunaan dana tersebut dan melaporkan kepada pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 52

(1) Laporan keuangan tahunan badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan dasar dan/atau menengah dilakukan oleh akuntan publik atau tim audit yang ditunjuk oleh badan hukum pendidikan.
(2) Laporan keuangan tahunan badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, diaudit oleh akuntan publik.
(3) Dalam hal badan hukum pendidikan memperoleh hibah dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah, Badan Pemeriksa Keuangan, Inspektorat Jenderal Departemen terkait, atau badan pengawasan daerah sesuai dengan kewenangan masing-masing melakukan audit terhadap laporan keuangan tahunan, terbatas pada bagian penerimaan dan penggunaan hibah tersebut.

Pasal 53

(1) Administrasi dan laporan keuangan tahunan badan hukum pendidikan merupakan tanggung jawab pemimpin organ pengelola pendidikan.
(2) Apabila BHP Penyelenggara mengelola lebih dari 1 (satu) satuan pendidikan, pihak yang bertanggung jawab membuat laporan keuangan konsolidasi tahunan ditetapkan dalam anggaran dasar.

Pasal 54

Ketentuan lebih lanjut mengenai akuntabilitas dan pengawasan badan hukum pendidikan ditetapkan dalam anggaran dasar.

BAB VIII
PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Pasal 55

(1) Sumber daya manusia badan hukum pendidikan terdiri atas pendidik dan tenaga kependidikan.
(2) Pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berstatus pegawai negeri sipil yang dipekerjakan atau pegawai badan hukum pendidikan.
(3) Pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) membuat perjanjian kerja dengan pemimpin organ pengelola BHPP, BHPPD, atau BHPM, dan bagi BHP Penyelenggara diatur dalam anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.
(4) Pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memperoleh remunerasi dari:
a. Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
b. badan hukum pendidikan sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga badan hukum pendidikan.
(5) Pengangkatan dan pemberhentian jabatan serta hak dan kewajiban pendidik dan tenaga kependidikan dengan status sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam perjanjian kerja berdasarkan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga serta peraturan perundang-undangan.
(6) Penyelesaian perselisihan yang timbul antara pendidik atau tenaga kependidikan dan pimpinan organ pengelola pendidikan diatur dalam anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.
(7) Apabila penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak berhasil, penyelesaiannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.





BAB IX
PENGGABUNGAN

Pasal 56

(1) Penggabungan badan hukum pendidikan dapat dilakukan melalui:
a. 2 (dua) atau lebih badan hukum pendidikan bergabung menjadi 1 (satu) badan hukum pendidikan baru; atau
b. 1 (satu) atau lebih badan hukum pendidikan bergabung dengan badan hukum pendidikan lain.
(2) Dengan penggabungan badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), keberadaan badan hukum pendidikan yang bergabung berakhir karena hukum.
(3) Aset dan utang badan hukum pendidikan yang bergabung beralih karena hukum ke badan hukum pendidikan baru atau badan hukum pendidikan yang menerima penggabungan.
(4) Aset dan utang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibukukan dan dilaporkan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dan harus dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggabungan badan hukum pendidikan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB X
PEMBUBARAN

Pasal 57

Badan hukum pendidikan bubar karena putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan alasan:
a. melanggar ketertiban umum, kesusilaan, dan/atau peraturan perundang-undangan;
b. dinyatakan pailit; dan/atau
c. asetnya tidak cukup untuk melunasi utang setelah pernyataan pailit dicabut.

Pasal 58

(1) Pembubaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 wajib diikuti dengan likuidasi.
(2) Badan hukum pendidikan yang dibubarkan tidak dapat lagi melakukan perbuatan hukum, kecuali diperlukan untuk pemberesan semua urusan dalam rangka likuidasi.
(3) Apabila badan hukum pendidikan bubar karena putusan pengadilan, pengadilan menunjuk likuidator untuk menyelesaikan penanganan kekayaan badan hukum pendidikan.
(4) Apabila badan hukum pendidikan bubar karena pailit, berlaku peraturan perundang-undangan di bidang kepailitan.

Pasal 59

(6) Apabila terjadi pembubaran, badan hukum pendidikan tetap bertanggung jawab untuk menjamin penyelesaian masalah pendidik, tenagakependidikan, dan peserta didik.
(7) Penyelesaian masalah pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk penyelesaian semua urusan badan hukum pendidikan dalam rangka likuidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (2).
(8) Penyelesaian masalah pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
p. pengembalian pendidik dan tenaga kependidikan yang berstatus pegawai negeri sipil yang dipekerjakan ke instansi induk;
q. pemenuhan hak-hak pendidik dan tenaga kependidikan yang berstatus pegawai badan hukum pendidikan berdasarkan perjanjian kerja;
r. pemindahan peserta didik ke badan hukum pendidikan lain dengan difasilitasi oleh Pemerintah atau pemerintah daerah.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian masalah pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.

BAB XI
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 60

(1) Apabila keputusan yang diambil organ badan hukum pendidikan melanggar anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan/atau peraturan perundang-undangan, Menteri dapat membatalkan keputusan tersebut atau mencabut izin satuan pendidikan.
(2) Pencabutan izin satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan melalui surat kabar berbahasa Indonesia yang beredar secara nasional.

Pasal 61

(1) Pelanggaran terhadap Pasal 34 dan Pasal 35 dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa teguran lisan, teguran tertulis, penundaan kenaikan pangkat, penurunan pangkat, pemberhentian dengan hormat, atau pemberhentian tidak dengan hormat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.

Pasal 62

(1) Pelanggaran terhadap Pasal 40 ayat (3), Pasal 41 ayat (7), ayat (8), dan ayat (9), Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 47 ayat (3), Pasal 65 ayat (2), Pasal 66 ayat (2), dan Pasal 67 ayat (2) dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa teguran lisan, teguran tertulis, penghentian pelayanan dari Pemerintah atau pemerintah daerah, penghentian hibah, hingga pencabutan izin.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.

BAB XII
SANKSI PIDANA

Pasal 63

Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Pasal 38 ayat (3), dan Pasal 39 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan dapat ditambah dengan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 64

Pada saat Undang-Undang ini berlaku, izin satuan pendidikan formal yang sudah dikeluarkan dinyatakan tetap berlaku sampai berakhir masa berlakunya atau sampai dicabut sebelum masa berlakunya berakhir.

Pasal 65

(1) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sebelum Undang-Undang ini berlaku diakui keberadaannya dan tetap dapat menyelenggarakan pendidikan formal.
(2) Satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengubah bentuk dan menyesuaikan tata kelolanya sebagai BHPP dan BHPPD menurut Undang-Undang ini, paling lambat 4 (empat) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
(3) Satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap memperoleh alokasi dana pendidikan dengan mekanisme pendanaan yang tetap paling lama 4 (empat) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan, dan selanjutnya memperoleh alokasi dana pendidikan sesuai dengan Pasal 40 ayat (5).
(4) Perubahan bentuk dan penyesuaian tata kelola satuan pendidikan sebagai BHPP atau BHPPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Daerah.

Pasal 66

(1) Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara yang telah menyelenggarakan pendidikan formal sebelum Undang-Undang ini berlaku, diakui keberadaannya sebagai badan hukum pendidikan dan tetap dapat menyelenggarakan pendidikan formal.
(2) Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara harus mengubah bentuk dan menyesuaikan tata kelolanya sebagai BHPP menurut Undang-Undang ini, paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
(3) Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara sebagaimana dimaksud ayat (1) tetap memperoleh alokasi dana dengan mekanisme yang tetap paling lama 4 (empat) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan dan selanjutnya memperoleh alokasi dana pendidikan sesuai dengan Pasal 40 ayat (5).
(4) Perubahan bentuk dan penyesuaian tatakelola sebagai BHPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimuat dalam Peraturan Pemerintah yang menetapkan anggaran dasar.

Pasal 67

(1) Yayasan, perkumpulan atau badan hukum lain sejenis yang telah menyelenggarakan pendidikan formal dan belum menyesuaikan tata kelolanya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini tetap dapat menyelenggarakan pendidikan.
(2) Yayasan, perkumpulan atau badan hukum lain sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyesuaikan tata kelolanya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, paling lambat 6 (enam) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
(3) Yayasan, perkumpulan atau badan hukum lain sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap memperoleh bantuan dana pendidikan dengan mekanisme yang tetap paling lama 6 (enam) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan, dan selanjutnya memperoleh bantuan dana pendidikan sesuai dengan Pasal 40 ayat (5).
(4) Penyesuaian tata kelola sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mengubah akta pendiriannya.
(5) Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya memberikan bantuan untuk biaya perubahan akta pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 68

Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 69

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 16 Januari 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 Januari 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 10

Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI

Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
Wisnu Setiawan









PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 2009
TENTANG
BADAN HUKUM PENDIDIKAN


I. UMUM

Semangat reformasi di bidang pendidikan yang terkandung dalam Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Visi pendidikan dalam UU Sisdiknas adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.

Undang-Undang tersebut juga menyatakan bahwa reformasi pendidikan menetapkan prinsip penyelenggaraan pendidikan, antara lain:
a. pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa, dan
b. pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.

Berdasarkan prinsip tersebut, UU Sisdiknas mengamanatkan perlunya pelaksanaan manajemen pendidikan berbasis sekolah/madrasah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, serta otonomi perguruan tinggi pada jenjang pendidikan tinggi. Untuk mewujudkan amanat tersebut, Pasal 53 UU Sisdiknas mewajibkan penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan yang berfungsi memberikan pelayanan kepada peserta didik yang bersifat nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan.

Pengaturan badan hukum pendidikan merupakan implementasi tanggung jawab negara dan tidak dimaksudkan untuk mengurangi atau menghindar dari kewajiban konstitusional negara di bidang pendidikan sehingga memberatkan masyarakat dan/atau peserta didik. Walaupun demikian, masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan, pengendalian mutu, dan penyiapkan dana pendidikan.

Penyelenggara pendidikan formal yang berbentuk yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis yang telah ada sebelum pemberlakuan Undang-Undang ini tetap diakui dan dilindungi untuk mengoptimalkan peran sertanya dalam pengembangan pendidikan nasional. Namun, tata kelola penyelenggaraan pendidikan itu selanjutnya harus mengikuti ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Sehubungan dengan itu, diperlukan pengaturan tentang badan hukum pendidikan dalam bentuk undang-undang, sesuai dengan amanat Pasal 53 ayat (4) UU Sisdiknas.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Cukup jelas.

Pasal 3
Yang dimaksud dengan “manajemen berbasis sekolah/madrasah” adalah bentuk otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan, yang dalam hal ini kepala sekolah/madrasah dan guru dibantu oleh komite sekolah/madrasah dalam mengelola kegiatan pendidikan.
Yang dimaksud dengan “otonomi perguruan tinggi” adalah kemandirian perguruan tinggi untuk mengelola sendiri lembaganya.

Pasal 4
Cukup jelas.

Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “1 (satu) atau lebih satuan pendidikan formal” dapat meliputi semua jenjang dan jenis pendidikan formal.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.

Pasal 7
Cukup jelas.

Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis, yang diakui sebagai badan hukum pendidikan tidak perlu mengubah bentuknya untuk jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam akta pendirian yayasan, perkumpulan, ataubadan hukum lain sejenis tersebut.

Badan hukum lain yang sejenis antara lain adalah organisasikemasyarakatan yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Pasal 9
Ayat (1)
Penambahan satuan pendidikan oleh BHP Penyelenggara harus berbentuk BHPM.
Ayat (2)
Pengubahan bentuk satuan pendidikan yang telah diselenggarakan oleh yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis sebelum Undang-Undang ini berlaku, harus dilakukan oleh BHP Penyelenggara.

Pasal 10
Setelah Undang-Undang ini berlaku, Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang akan menyelenggarakan pendidikan formal tidak perlu lagi mendirikan BHMN, yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis, tetapi langsung mendirikan BHPP, BHPPD, atau BHPM.

Pasal 11
Ayat (1)
Pendiri dapat berupa orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum seperti yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis.
Ayat (2)
Kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan pendiri menjadi kekayaan badan hukum pendidikan akan dimanfaatkan untuk biaya operasional badan hukum pendidikan yang baru.

Lahan dan/atau bangunan dapat tidak dimasukkan sebagai kekayaan yang dipisahkan oleh pendiri sebagai kekayaan badan hukum pendidikan.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 12
Ayat (1)
Keterangan lain paling sedikit memuat nama, tanggal pendirian, alamat, dan pekerjaan pendiri, atau nama, tempat kedudukan, alamat, dan bukti badan hukum yang mendirikan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Apabila para pendiri BHPM melakukan perbuatan hukum untuk kepentingan BHPM sebelum akta notaris tentang pendirian BHPM disahkan oleh Menteri, maka tanggung jawab atas perbuatan hukum tersebut merupakan tanggung jawab pribadi para pendiri tersebut.

Pengesahan akta notaris tentang pendirian BHPM oleh Menteri tidak dipungut biaya.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 14
Ayat (1)
Penggunaan istilah “paling sedikit” menunjukkan bahwa untuk mengakomodasi kekhasan tata kelola pendidikan yang telah ada, Undang-Undang ini hanya mengatur 2 (dua) fungsi pokok minimal berdasarkan manajemen berbasis sekolah.

Keberadaan fungsi pokok lain, yang dibutuhkan oleh suatu badan hukum pendidikan karena kekhasannya, dapat ditetapkan di dalam anggaran dasar.

Ayat (2)
Penggunaan istilah “paling sedikit” menunjukkan bahwa untuk mengakomodasi kekhasan tata kelola pendidikan yang telah ada, Undang-Undang ini hanya mengatur 4 (empat) fungsi pokok minimal berdasarkan otonomi perguruan tinggi.

Keberadaan fungsi pokok lain, yang dibutuhkan oleh suatu badan hukum pendidikan karena kekhasannya, dapat ditetapkan di dalam anggaran dasar.

Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “fungsi kebijakan dan pengelolaan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi” meliputi kebijakan dan pengelolaan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Ayat (3)
Badan hukum pendidikan dapat menetapkan fungsi lain untuk melaksanakan kegiatan yang relevan dengan pendidikan, misalnya badan hukum pendidikan dapat menetapkan keberadaan fungsi perumusan etika akademik dan keikutsertaan dalam menjaga kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan, dengan membentuk majelis/dewan profesor sebagai organ badan hukum pendidikan.

Pasal 15
Cukup jelas.

Pasal 16
Badan Hukum Milik Negara yang sekarang telah ada dapat tetap menggunakan nama Majelis Wali Amanat sebagai organ yang menjalankan fungsi penentuan kebijakan umum, Senat Akademik sebagai organ yang menjalankan fungsi pengawasan akademik, Dewan Audit sebagai organ yang menjalankan fungsi audit bidang non-akademik, dan universitas, institut, sekolah tinggi, akademi, atau politeknik sebagai organ yang menjalankan fungsi pengelolaan pendidikan.

Yayasan yang telah menyelenggarakan pendidikan tinggi dapat tetap menggunakan nama organ Pembina dan Pengurus sebagai organ BHP Penyelenggara yang menjalankan fungsi penentuan kebijakan umum, organ Pengawas sebagai organ yang menjalankan fungsi audit bidang non-akademik, dan universitas, institut, sekolah tinggi, akademi, atau politeknik sebagai organ yang menjalankan fungsi pengelolaan pendidikan, dengan menambahkan satu organ baru yang menjalankan fungsi pengawasan akademik.

Pasal 17
Ayat (1)
Dalam satu satuan pendidikan terdapat satu organ pengelola pendidikan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 18
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pendiri” adalah pendiri badan hukum pendidikan, dan wakil pendiri adalah orang yang bertindak untuk dan atas nama pendiri.

Pada yayasan yang diakui sebagai badan hukum pendidikan, pembina menjalankan fungsi pendiri dalam Undang-Undang ini.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Komite sekolah/madrasah merupakan lembaga mandiri yang dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan, dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pendiri” adalah pendiri badan hukum pendidikan, dan wakil pendiri adalah orang yang bertindak untuk dan atas nama pendiri.

Pada yayasan yang diakui sebagai badan hukum pendidikan, pembina menjalankan fungsi pendiri dalam Undang-Undang ini.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Wakil unsur masyarakat dipilih sesuai dengan kompetensinya di bidang pendidikan, yang diatur dalam anggaran dasar dan/atau rumah tangga.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “wakil dari unsur lain”, misalnya unsur orang tua/wali peserta didik, unsur alumni dan unsur mahasiswa.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “pengambilan keputusan” adalah pengambilan keputusan melalui pemungutan suara.

Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan agar terwujud akuntabilitas dan transparansi di dalam organ representasi pemangku kepentingan.
Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksudkan agar terwujud akuntabilitas dan transparansi di dalam organ representasi pemangku kepentingan.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 20
Cukup jelas.

Pasal 21
Cukup jelas.

Pasal 22
Huruf a
Penyusunan dan penetapan anggaran dasar untuk pertama kali dilakukan oleh pendiri atau sebutan lain yang menjalankan fungsi pendiri.

Penyusunan dan penetapan anggaran rumah tangga untuk pertama kali dilakukan oleh organ representasi pemangku kepentingan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Organ ini hanya ada pada badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi.
Huruf e
Organ ini hanya ada pada badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Organ representasi pemangku kepentingan dapat menetapkan pendirian berbagai badan usaha untuk pengembangan pendidikan.
Huruf k
Jenjang dan tahap penyelesaian masalah badan hukum pendidikan, termasuk masalah keuangan, ditetapkan dalam anggaran dasar.

Pasal 23
Cukup jelas.

Pasal 24
Ayat (1)
Organ representasi para pendidik dapat menggunakan nama senat akademik.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “wakil profesor” adalah profesor yang tidak menjabat sebagai pimpinan pengelolapendidikan.

Profesor hanya ada di perguruan tinggi berbentuk universitas, institut, sekolah tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik, sedangkan di perguruan tinggi berbentuk akademi dan politeknik yang menyelenggarakan pendidikan vokasional keberadaan profesor bukan merupakan keharusan. Di dalam organ representasi pendidik di lingkungan akademi dan politeknik tidak harus ada wakil profesor.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “wakil pendidik" adalah wakilpendidik bukan profesor yang tidak menjabat sebagai pimpinan pengelola pendidikan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “unsur lain” adalah pemimpin unit kerja yang tugas dan wewenangnya mempunyai relevansi tinggi dengan perumusan norma dan ketentuan akademik dan dimaksudkan untuk mengakomodasi kekhasan badan hukum pendidikan.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 25
Ayat (1)
Pemilihan wakil pendidik dapat dilakukan secara aklamasi atau pemungutan suara yang diatur dalam anggaran rumah tangga.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 26
Cukup jelas.

Pasal 27
Huruf a
Kebijakan akademik antara lain kebijakan tentang kurikulum dan proses pembelajaran.
Huruf b
Norma dan ketentuan akademik meliputi bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Huruf c
Penerapan sistem penjaminan mutu (quality system) pendidikan pada semua jenjang pendidikan merupakan syarat mutlak agar satuan pendidikan mampu mengembangkan mutu pendidikan secara berkelanjutan (continuous quality improvement).

Sistem penjaminan mutu pendidikan terdiri atas penjaminan mutu internal yang dilakukan oleh satuan pendidikan sendiri secara mandiri atau dengan bantuan Pemerintah atau pemerintah daerah, dan penjaminan mutu eksternal yang dilakukan oleh badan akreditasi atau sertifikasi di luar satuan pendidikan, baik tingkat nasional maupun tingkat internasional yang diakui oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

Apabila hal itu dilaksanakan secara konsisten, maka akan terdapat keselarasan antara biaya pendidikan yang dikeluarkan dengan mutu pendidikan yang diperoleh peserta didik.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.

Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal 29
Ayat (1)
Bidang non-akademik meliputi, bidang keuangan, bidang sumber daya manusia, bidang sarana dan prasarana, sertabidang lain yang dianggap relevan.

Keberadaan organ audit bidang non-akademik di dalam badanhukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan dasar dan pendidikan menengah bukan keharusan.
Dalam hal badan hukum pendidikan menyelenggarakan lebih dari satu jenjang dan jenis pendidikan, harus ada organ audit bidang non-akademik.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 30
Huruf a
Audit dalam bidang non-akademik dapat meliputi audit keuangan, audit kinerja non-akademik, audit ketaatan, audit investigatif, dan audit lain yang dipandang perlu. Audit non-akademik dilaksanakan secara independen dan obyektif sesuai standar audit yang berlaku. Fungsi audit non-akademik pada BHP Penyelenggara dijalankan oleh pengawas atau sebutan lain.

Organ audit bidang non-akademik dapat menugaskanpengaudit independen untuk melaksanakan audit internal dan/atau audit eksternal atas beban pembiayaan badan hukum pendidikan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.

Pasal 31
Cukup jelas.

Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Seseorang tidak boleh menjabat pemimpin satuan pendidikan lebih dari dua kali masa jabatan, baik secara berurutan atau bersela, termasuk jabatan pemimpin satuan pendidikan yang pernah didudukinya sebelum dibentuk badan hukum pendidikan.






Pasal 33
Ayat (1)
Huruf a
Inti rencana strategis badan hukum pendidikan adalah kebijakan umum yang ditetapkan oleh organ representasi pemangku kepentingan untuk perencanaan program pendidikan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Kebijakan akademik antara lain kebijakan tentang kurikulum dan proses pembelajaran.
Huruf b
Inti rencana strategis badan hukum pendidikan adalah kebijakan umum yang ditetapkan oleh organ representasi pemangku kepentingan untuk perencanaan program dalam bidang akademik dan non-akademik.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Kriteria dan batasan mengenai pertentangan kepentingan ditentukan oleh organ representasi pemangku kepentingan.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 34
Larangan perangkapan jabatan selain antarpemimpin organ badan hukum pendidikan dalam satu badan hukum pendidikan diatur dalam anggaran dasar.

Pasal 35
Larangan perangkapan jabatan di luar badan hukum pendidikan oleh pimpinan organ pengelola pendidikan selain pemimpin dan wakil pemimpin organ pengelola pendidikan diatur dalam anggaran dasar.

Kriteria dan batasan mengenai pertentangan kepentinganditentukan oleh organ representasi pemangku kepentingan.

Pasal 36
Cukup jelas.

Pasal 37
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pemisahan kekayaan” adalah peralihan hak milik atas kekayaan pendiri kepada BHPP, BHPPD, atau BHPM.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Luas lingkup wewenang pimpinan organ pengelola pendidikan dalam mengelola kekayaan dan penerimaan harus diatur di dalam anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.



Pasal 38
Ayat (1)
Semua penerimaan dan sisa hasil kegiatan badan hukum pendidikan tidak perlu disetorkan ke kas negara.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Kewajiban penanaman kembali ke dalam badan hukum pendidikan dimaksudkan untuk mencegah agar badan hukum pendidikan tidak melakukan kegiatan yang komersial.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 39
Bentuk lain misalnya hak kekayaan intelektual yang dimiliki oleh badan hukum pendidikan serta sistem manajemen dan prosedur administratif satuan pendidikan milik badan hukum pendidikan.

Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “mahasiswa” adalah peserta didik pada jenjang pendidikan tinggi.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “biaya operasional” adalah biaya yang digunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan “biaya operasional” adalah biaya yang digunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat (7)
Kemampuan peserta didik, orang tua, atau pihak yang bertanggung jawab membiayainya pada badan hukum pendidikan ditetapkan dengan cara menghitung penghasilan tetap (gaji dan tunjangan lainnya), taksasi dan musyawarah dengan tujuan menerapkan subsidi dari yang mampu kepada yang tidak mampu, sehingga meringankan beban peserta didik yang tidak mampu membiayai pendidikannya.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.

Pasal 42
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “portofolio” adalah penempatan investasi diberbagai bidang industri/bisnis.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan “portofolio” adalah penempatan investasi diberbagai bidang industria/bisnis.

Pasal 43
Ayat (1)
Badan usaha berbadan hukum dapat berupa perseroan terbatas, kerja sama dengan perusahaan daerah, dan koperasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Bantuan dana pendidikan dapat berbentuk biaya investasi atau biaya operasional.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 45
Cukup jelas.

Pasal 46
Cukup jelas.

Pasal 47
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “akuntabilitas publik” adalah pertanggungjawaban kepada masyarakat atas penyelenggaraan pendidikan.
Ayat (2)
Akuntabilitas antara lain dapat diukur dari rasio antara pendidik dan peserta didik, rasio antara ruang pembelajaran dengan peserta didik, alat bantu pembelajaran dengan peserta didik, komposisi peserta didik asing dengan peserta didik warga negara, dan lain-lain.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.


Pasal 48
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud “laporan manajemen” adalah laporan yang berisi capaian kinerja perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian badan hukum pendidikan.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pemimpin Pengelola Organ Pendidikan dibebaskan dari tanggung jawab karena laporan tahunan badan hukum pendidikan tidak mengandung kekurangan, kekeliruan, atau kekhilafan yang bersifat material.
Ayat (3)
Yang dimaksudkan dengan “hal baru” adalah bukti baru atau novum.

Pasal 50
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “menteri” adalah menteri yang memiliki kewenangan yang berkaitan dengan BHPP yang bersangkutan.

Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan ini hanya berlaku untuk badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Berhubung dana hibah berasal dari Angaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, maka otoritas pengawasan negara berhak untuk melakukan audit keuangan berlaku hanya pada bagian keuangan badan hukum pendidikan yang berasal dari hibah.

Pasal 53
Cukup jelas.

Pasal 54
Cukup jelas.

Pasal 55
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pegawai negeri sipil yang pada saat Undang-Undang ini berlaku sudah bekerja di suatu satuan pendidikan menjadi pegawai negeri sipil yang dipekerjakan pada badan hukum pendidikan.
Ayat (3)
Tenaga badan hukum pendidikan yang berstatus pegawai negeri sipil yang dipekerjakan tetap harus membuat perjanjian dengan pemimpin organ pengelola pendidikan, karena sekalipun tenaga tersebut telah diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah, yang bersangkutan belum diangkat oleh badan hukum pendidikan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.

Ayat (8)
Cukup jelas.

Pasal 56
Cukup jelas.

Pasal 57
Huruf a.
Cukup jelas.
Huruf b.
Cukup jelas.
Huruf c.
Cukup jelas.

Pasal 58
Cukup jelas.

Pasal 59
Cukup jelas.

Pasal 60
Cukup jelas.

Pasal 61
Cukup jelas.

Pasal 62
Cukup jelas.

Pasal 63
Cukup jelas.

Pasal 64
Cukup jelas.

Pasal 65
Cukup jelas.

Pasal 66
Cukup jelas.

Pasal 67
Cukup jelas.

Pasal 68
Cukup jelas.

Pasal 69
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4965